PBNU: Islam Radikal Impor dari Negara Luar

Paham Islam radikal yang berkembang di Indonesia, sebenarnya tidak dikenal secara luas. Paham tersebut merupakan impor dari negara luar yang masuk melalui pengaruh situasi sosial-politik di Indonesia.

“Rata-rata, mereka (teroris) itu adalah ‘lulusan’ (perang) dan dididik di Afganistan saat Afganistan melawan Uni Soviet (sekarang Rusia). Setelah perang selesai, mereka kembali ke Indonesia sekaligus membawa paham radikal itu,” terang Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj dalam keterangan tertulisnya yang diterima INILAH.COM di Jakarta, Kamis (23/7).

Islam Indonesia yang didakwahkan Walisongo, menurut pria akrab disapa Kang Said ini, bercirikan moderat dan toleran. Paham tersebut sudah ada sejak ratusan tahun silam yang kemudian menjadi ciri khas Islam di Indonesia.

“Dan, sejak itu pula, Islam di Indonesia relatif tidak pernah ada masalah,” ujarnya.

Dijelaskan Kang Said, Islam Indonesia mengalami perubahan, terutama setelah era reformasi. Sejak era itu, Indonesia menjadi negara yang sangat terbuka, termasuk terbuka terhadap paham atau ideologi apa pun.

“Alhasil, paham Islam radikal pun masuk tanpa ada hambatan,” jelasnya.

Mengenai faktor kemiskinan, keterbelakangan ekonomi dan pendidikan, tutur dia, bisa menjadi salah satu penyebab. “Kemiskinan dan kebodohan juga menjadi salah satu sebab. Namun, faktor itu tidak sepenuhnya memengaruhi,” terangnya.

Ia mengatakan, tidak sedikit orang yang tingkat ekonominya kelas menengah ke atas, juga berpaham radikal. Banyak orang yang berpendidikan tinggi, tapi juga meyakini dan menganut paham kekerasan itu.

“Buktinya, Dr Azahari (salah satu aktor intelektual terorisme di Indonesia yang tewas beberapa tahun silam) itu berpendidikan tinggi, dia doktor, dia orang pintar, tapi ternyata teroris,” terang alumnus Universitas Ummul Qura’, Mekah, Arab Saudi itu. (INILAH.COM)