KabarNet

Aktual Tajam

Freeport Jadikan Karyawan Budak di Negeri Sendiri

Posted by KabarNet pada 08/10/2011

Persoalan kesejahteran para pekerja PT Freeport terus menuai sorotan. Bahkan, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport menilai, upah kerja karyawan Freeport Indonesia paling rendah dibanding negara lain, dan tidak sebanding dengan resiko kerja yang sangat tinggi.

ITU sebabnya, dalam dua pekan sejak Kamis (15/9/2011) lalu, ribuan karyawan Freeport melakukan aksi mogok kerja. Mereka menuntut peningkatan kesejahteraan dan upah yang sebanding dengan risiko kerja yang sangat tinggi. Menurut karyawan, apa yang mereka peroleh jauh dari memadai.

Menurut mereka, dari seluruh perusahaan tambang di dunia ini, gaji karyawan Freeport yang paling rendah dan jauh dari standar, padahal tingkat risiko kerja sangat tinggi, yakni bekerja di ketinggian 4.200 meter, berkabut, curah hujan tinggi, suhu dingin yang sangat ekstrem, untuk menghasilkan emas, tembaga, perak dan tambang lainnya.

“Dengan demikian, wajar jika ribuan karyawan PT Freeport masih melakukan aksi mogok kerja. Mereka menuntut peningkatan kesejahteraan dan upah yang sebanding dengan risiko kerja yang sangat tinggi,” kata pengurus SPSI PT Freeport, Frans Wonmaly, Senin (3/10/2011).

Berdasarkan data perbandingan tahun 2006, gaji pekerja tambang di Amerika Utara 10-70 dolar AS per jam, Amerika Selatan 10-100 dolar AS per jam dan Indonesia hanya 0,98-2 dolar AS per jam. Pada 2010, gaji pekerja tambang di Amerika Utara mencapai rata-rata 66,432 dolar AS per jam, sedangkan Indonesia hanya 4,421-7,356 dolar AS perjam. “Jika dibandingkan dengan perusahaan tambang lainnya di dunia, bedanya antara langit dan bumi, inilah yang kami tuntut kepada pihak manajemen perusahaan,” kata Frans.

Menurutnya, karyawan yang saaat ini melakukan aksi mogok menuntut peningkatan upah hingga 30-50 dolar AS per jam. “Kami hanya membawa target, penyesuaian upah minimum 30 dolar AS per jam,” cetus dia.

Frans juga membantah keterangan Presiden Direktur PT Freeport, Armando Mahler yang menyatakan setiap karyawan akan kehilangan Rp 570.000 perhari saat mogok. “Saya sudah di grade 3, hanya menerima Rp7 juta setiap bulannya, kalau terima Rp 570.000 per hari, mestinya saya menerima kurang lebih Rp17,2 juta perbulannya,” ujarnya sambil menunjukkan buku perjanjian kerja sama.

Gonjang-ganjing antara Freeport dengan karyawannya pun hingga kini masih dalam proses perundingan. Bahkan, perundingan yang digelar di Jakarta itu dimediasi oleh Kementerian ESDM dan Kemenakertrans juga mengalami deadlock. “Perundingan buntu, manajemen tidak mau mengakomodir aspirasi karyawan,” tandasnya.

Namun, Frans dan kawan-kawan tidak mau patah arang begitu saja. Jika perundingan dengan manajemen Freeport tetap tidak menemukan titik terang, pihaknya sudah menyiapkan langkah hukum. “Kami sudah siapkan pengacara, jika memang akhir dari semua aksi ini ke Pengadilan,” katanya.

44 Tahun Kontrak Karya Freeport Khianati Bangsa Indonesia

Freeport masuk ke Indonesia dengan fasilitas Presiden Soeharto. Penguasa orde baru itu membuat kontrak karya atau persetujuan pada tahun 1967 dengan perusahaan Amerika Serikat untuk menggarap tambang emas yang berada di Irian Jaya (sekarang Papua).

SEBENARNYA, kontrak karya dengan Freeport pada tahun 1967 yang ditandatangani pemerintah di bawah kekuasaan Presiden Suharto itu bisa dipertanyakan keabsahannya, mengingat antara tahun 1963 sampai 1969, Irian Barat (ketika itu) sedang menjadi daerah perselisihan internasional (international dispute region).

Apa yang telah dikerjakan oleh pemerintahan Orde Baru dan diteruskan oleh
pemerintahan sesudahnya, hingga pemerintahan SBY, nyata-nyata bertentangan dengan tujuan Trikora Presiden Soekarno, yakni untuk membebaskan Papua dari penjajahan dan menyatukannya dengan RI.

Selama 44 tahun, PT Freeport menggarap tambang emas di tanah Papua dengan hanya memberikan secuil saham ke pihak Indonesia. Tentu saja, ini tidak sebanding dengan keuntungan yang diraup Freeport.

Gencarnya perlawanan masyarakat Papua dan tajamnya kritik berbagai kalangan di Indonesia mengenai Freeport mengharuskan pemerintah SBY mengambil tindakan yang mendasar. Tentu saja untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan sejak puluhan tahun oleh Orde Baru.

Perlakuan yang lebih adil bagi kepentingan masyarakat Papua adalah kunci penyelesaian masalah yang semakin rumit ini. Untuk itu, pemerintah SBY harus berani memaksakan peninjauan kembali kontrak karya dengan Freeport, sehingga kehadirannya di Papua betul-betul ikut mendatangkan keadilan dan kemakmuran bagi masyarakat Papua dan juga bagi negara dan rakyat Indonesia lainnya.

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies Marwan Batubara mengatakan, potensi kerugian negara dari kontrak karya pertambangan dengan PT Freeport diperkirakan mencapai Rp 10.000 triliun. Marwan mengklaim, PT Freeport selama ini hanya membayar royalti sebesar 1 persen. Padahal, sesuai aturan, PT Freeport harus membayar royalti kepada pemerintah sebesar 3 persen. Selain itu, ada dugaan pajak yang dibayarkan kepada pemerintah terlalu kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan tambang Amerika itu.

“Jadi, kita tidak bicara royalti saja, yang paling penting adalah pajaknya, bener tidak? Karena pajak itu kan dihitung dari laba. Pajak itu dari keuntungan, bukan pendapatan, kalau keuntungan artinya sudah dipotong biaya operasional. Kalau biaya operasionalnya mereka tinggi-tinggikan, gaji direktur orang Amerika misalnya 1 juta dolar per tahun, kita tidak bisa apa-apa. Nah itulah yang kita dapat selama ini.” ujarnya di Jakarta, Jumat (7/10/2011).

Marwan Batubara menambahkan, kontrak karya pertambangan dengan PT Freeport merupakan salah satu kontrak karya yang merugikan Indonesia. Karena itu, penerintah harus bernegosiasi ulang kontrak karya tersebut. Salah satu poin penting yang harus dimasukkan dalam negosiasi ulang adalah penempatan wakil dari pemerintah Indonesia sebagai salah satu direktur. Posisi ini penting agar Indonesia tidak selalu dirugikan dalam setiap kebijakan yang diambil PT Freeport.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR Chandra Tirta Wijaya mengatakan penerimaan PT Freeport Indonesia yang mengoperasikan tambangnya di Tembagapura, Papua masih tiga kali lipat lebih besar daripada penerimaan pemerintah melalui pajak, royalti, dan dividen yang diberikan PT Freeport selama ini. “Penerimaan pemerintah dari pajak, royalti, dan dividen PT Freeport jauh lebih rendah dari yang diperoleh PT Freeport,” kata Chandra di gedung DPR, Jakarta, Jumat (7/10/2011).

Menurutnya sejak tahun 1996 pemerintah Indonesia hanya menerima 479 juta dolar AS, sedangkan Freeport menerima 1,5 miliar dolar AS. Kemudian, di tahun 2005, pemerintah hanya menerima 1,1 miliar dolar AS. Sedangkan pendapatan Freeport (sebelum pajak) sudah mencapai 4,1 miliar dolar AS.

Chandra menjelaskan, PT Freeport sejauh ini hanya memberikan royalti bagi pemerintah senilai 1 persen untuk emas, dan 1,5 persen-3,5 persen untuk tembaga. Royalti ini jelas jauh lebih rendah dari negara lain yang biasanya memberlakukan 6 persen untuk tembaga dan 5 persen untuk emas dan perak. MONITOR

Rintihan Seorang Mayor TNI AL di Indonesia Timur

5 Tanggapan to “Freeport Jadikan Karyawan Budak di Negeri Sendiri”

  1. Syaiful said

    Mohon ditinjau ulan perjanjian Kontrak antara Pemerintah Indonesia (Kita) dengan AS. PK pengadilan saja bisa di Tinjau Ulang masa kontrak tidak.
    hanya apa berani tidak Pak SBY.

  2. john rajawali said

    Cobalah management harus secara serius menanggapi persoalan tersebut dan lebih bijaksana walaupun bagaimana karyawan adalah aset perusahaan yang yang perlu dilindungi dan hidup layak.berikan tambahan gajih yang wajar agar persolan tersebut cepat selesai dan dapat melakukan aktivitas dengan baik.

  3. Anonim said

    ”semuanya punya mata untuk melihat persoalan namun hatinya tertutup tak akan selesai persoalan),.

  4. kita hrs pintar2 mengelola aset bumi kita jngan sampai dkuasai orang yg tk tanggng jwb..hbs sepah dbuang..

  5. nelson.natkime said

    saya ingin pt freeport tutup selamanya,karena saya tidak terima dengan kelakuan kalian yang seenaknya mengebor gunung-gunung di tempat saya, sampai gunung tersebut berlubang semua,dan juga kalian melakukan tanpa ijin persetujuan dari kepala suku di situ bahwa kalian mau mengebor semua hasil kekayan di sana seperti(kucing pencuri makan di rumah orang).

Komentar "PILIHAN" akan diambil menjadi artikel KabarNet.